Powered By Blogger

Rabu, 26 November 2014

Napak Tilas Jalur Mati Karawang-Rengasdengklok 

 

Jembatan Kereta Api Buatan Belanda

 Sejak jaman dahulu, Kereta Api dianggap salah satu alat transportasi yang cukup efektif. Tidak mengenal macet, bisa membawa penumpang dan barang dengan jumlah yang lebih banyak. Oleh sebab itu, Belanda dengan sistem kerja rodinya berusaha keras untuk membuat jalan-jalan yang membentang dari barat Pulau Jawa hingga timur Pulau Jawa dan salah satunya adalah jalan Kereta Api.
Di Karawang, Jalur Kereta Api Karawang – Rengasdengklok merupakan salah satu jalur kereta api peninggalan Belanda. Tidak ada yang tahu pasti kapan jalur tersebut dibangun, karena beberapa saksi mata yang masih hidup ketika ditemui menyatakan bahwa sejak mereka lahir jalur kereta tersebut sudah ada.


Lokomotif TC1004  yang bias melayani rute Karawng-Rengasdengklok di Dipo Karawang tahun 1985
Rute KA Karawang – Rengasdengklok ini bermula dari Stasiun Karawang, kearah timur menuju arah Pasar Johar, lalu belok kiri sebelum perempatan Johar ke arah Lamaran. Nah, di daerah inilah Jalur Karawang – Rengasdengklok berpisah dengan jalur Karawang – Lemahabang (LA) Wadas. Rute yang kearah Lemahabang Wadas inilah yang cukup panjang, karena dari LA Wadas masih terus berlanjut ke selatan hingga ke Cikampek . Tidak hanya sampai disitu, di Cikampek jalur ini beriringan dengan jalur KA yang ada sekarang (Jakarta – Surabaya), Pangulah, Jatisari, hingga titik persimpangan/pertigaan jalur Pantura yang menuju Cilamaya. Dari titik ini rel berlanjut ke arah utara via Jatiragas.
Sementara itu, dari Lamaran jalur kereta api ini berlanjut ke Taneuh Beureum kemudian Tegal Sawah, Rawaleutik dan Rawagede. Stasiunnya sendiri terdapat di Tegal Sawah dan Rawagede. Stasiun kecil yang terbuat dari kayu jati dengan bentuk bangunan yang tinggi.
Jangan pernah membayangkan stasiun tersebut seperti stasiun yang ada di Jakarta Kota dan Tanjung Priok yang sama-sama buatan Belanda yang besar dan megah. Dan, jangan pernah pula membayangkan kecepatan kereta tersebut dengan kecepatan kereta-kereta jaman sekarang. Kereta api Karawang-Rengasengklok ini kecepatannya hanya 20-30 km/jam maksimal. Jadi kalau kita kejar dengan berlari, maka kereta api tersebut akan terkejar.

Lokomotif "lamban" SS 203T , yang melayani rute Karawang-Rengasdengklok
Karena geraknya yang lambat, banyak masyarakat sekitar tidak pernah naik melalui stasiun yang telah disediakan. Mereka lebih senang menunggu di pinggir sawah yang nantinya akan dilewati kereta. Apabila kereta tersebut datang, mereka dengan mudahnya naik ke atas kereta tersebut.  Dengan naik bukan dari stasiun tersebut, otomatis mereka tidak membeli tiket. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor gulung tikarnya kereta api jurusan Karawang-Rengasdengklok tersebut kelak dikemudian hari.
Stasiun Kereta Api Jaman BelandaPada awal tahun 1970an rangkaian kereta api Karawang-Rengasdengklok berhenti melakukan operasinya karena alasan merugi. Semua fasilitas ditarik ke Kantor Kereta Api Karawang (PT KAI). Fasilitas yang tersisa seperti rel, bekas stasiun dibiarkan tidak terurus bertahun tahun. Lama-lama, tangan-tangan jahil mulai mengambil barang-barang milik PT KAI tersebut. Mulai dari rel yang bisa mereka gunakan untuk membangun rumah sebagai fondasi dan berbagai macam keperluan lainnya, hingga kayu bantalan kereta juga mereka ambil. Tidak ketinggalan, bekas stasiun juga akhirnya menjadi target terakhir yang di rusak.


Penulis: Agus Kusmawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar