Napak Tilas Jalur Mati Karawang-Rengasdengklok
Sejak jaman
dahulu, Kereta Api dianggap salah satu alat transportasi yang cukup
efektif. Tidak mengenal macet, bisa membawa penumpang dan barang dengan
jumlah yang lebih banyak. Oleh sebab itu, Belanda dengan sistem kerja
rodinya berusaha keras untuk membuat jalan-jalan yang membentang dari
barat Pulau Jawa hingga timur Pulau Jawa dan salah satunya adalah jalan
Kereta Api.
Di Karawang,
Jalur Kereta Api Karawang – Rengasdengklok merupakan salah satu jalur
kereta api peninggalan Belanda. Tidak ada yang tahu pasti kapan jalur
tersebut dibangun, karena beberapa saksi mata yang masih hidup ketika
ditemui menyatakan bahwa sejak mereka lahir jalur kereta tersebut sudah
ada.
Lokomotif TC1004 yang bias melayani rute Karawng-Rengasdengklok di Dipo Karawang tahun 1985 |
Rute KA
Karawang – Rengasdengklok ini bermula dari Stasiun Karawang, kearah
timur menuju arah Pasar Johar, lalu belok kiri sebelum perempatan Johar
ke arah Lamaran. Nah, di daerah inilah Jalur Karawang – Rengasdengklok
berpisah dengan jalur Karawang – Lemahabang (LA) Wadas. Rute yang kearah
Lemahabang Wadas inilah yang cukup panjang, karena dari LA Wadas masih
terus berlanjut ke selatan hingga ke Cikampek . Tidak hanya sampai
disitu, di Cikampek jalur ini beriringan dengan jalur KA yang ada
sekarang (Jakarta – Surabaya), Pangulah, Jatisari, hingga titik
persimpangan/pertigaan jalur Pantura yang menuju Cilamaya. Dari titik
ini rel berlanjut ke arah utara via Jatiragas.
Sementara itu,
dari Lamaran jalur kereta api ini berlanjut ke Taneuh Beureum kemudian
Tegal Sawah, Rawaleutik dan Rawagede. Stasiunnya sendiri terdapat di
Tegal Sawah dan Rawagede. Stasiun kecil yang terbuat dari kayu jati
dengan bentuk bangunan yang tinggi.
Jangan pernah
membayangkan stasiun tersebut seperti stasiun yang ada di Jakarta Kota
dan Tanjung Priok yang sama-sama buatan Belanda yang besar dan megah.
Dan, jangan pernah pula membayangkan kecepatan kereta tersebut dengan
kecepatan kereta-kereta jaman sekarang. Kereta api
Karawang-Rengasengklok ini kecepatannya hanya 20-30 km/jam maksimal.
Jadi kalau kita kejar dengan berlari, maka kereta api tersebut akan
terkejar.
Lokomotif "lamban" SS 203T , yang melayani rute Karawang-Rengasdengklok |
Karena geraknya
yang lambat, banyak masyarakat sekitar tidak pernah naik melalui
stasiun yang telah disediakan. Mereka lebih senang menunggu di pinggir
sawah yang nantinya akan dilewati kereta. Apabila kereta tersebut
datang, mereka dengan mudahnya naik ke atas kereta tersebut. Dengan
naik bukan dari stasiun tersebut, otomatis mereka tidak membeli tiket.
Hal itulah yang menjadi salah satu faktor gulung tikarnya kereta api
jurusan Karawang-Rengasdengklok tersebut kelak dikemudian hari.
Pada
awal tahun 1970an rangkaian kereta api Karawang-Rengasdengklok berhenti
melakukan operasinya karena alasan merugi. Semua fasilitas ditarik ke
Kantor Kereta Api Karawang (PT KAI). Fasilitas yang tersisa seperti rel,
bekas stasiun dibiarkan tidak terurus bertahun tahun. Lama-lama,
tangan-tangan jahil mulai mengambil barang-barang milik PT KAI tersebut.
Mulai dari rel yang bisa mereka gunakan untuk membangun rumah sebagai
fondasi dan berbagai macam keperluan lainnya, hingga kayu bantalan
kereta juga mereka ambil. Tidak ketinggalan, bekas stasiun juga akhirnya
menjadi target terakhir yang di rusak.
Penulis: Agus Kusmawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar